Friday, September 9, 2016

Paradox of Training

Paradox of Training
Ditulis oleh: Ridho Hutomo

Suatu saat dalam proses ujian kenaikan jabatan, seorang pegawai dalam presentasinya mengatakan bahwa produktivitas unitnya menurun, hal tersebut disebabkan karena anggota timnya sedang mengikuti training, sehingga pekerjaan yang seharusnya dapat selesai dalam waktu 1 (satu) hari menjadi mundur 1 (satu) minggu karena harus menunggu anggota timnya kembali dari training.

Kemudian muncul pertanyaan, bukankan training seharusnya meningkatkan kinerja perusahaan? Bukan malah sebaliknya, menurunkan produktivitas kerja?

Training seringkali menjadi sebuah paradox dalam perusahaan. Apakah itu sebuah kesalahan?

Sering kita lihat dalam bisnis, saat bisnis sedang meningkat, jumlah pelanggan pastinya sedang meningkat dan hal itu pasti diiringi dengan meningkatnya kesibukan para tenaga kerjanya. Dalam situasi seperti ini, banyak perusahaan yang tidak memikirkan training. Pada situasi tersebut, pasti yang dipikirkan adalah pencapaian target dengan kerja, kerja, dan kerja. Training menjadi prioritas yang kesekian bagi perusahaan, padahal budget training melimpah karena finansial perusahaan lagi baik. Tingkat kehadiran peserta training sangat rendah sekali pada saat itu.

Namun saat perekenomian sedang lesu, bisnis pun menurun. Aktivitas tidak sesibuk biasanya. Tenaga kerja punya banyak waktu luang untuk mengikuti training. Departemen SDM punya banyak gagasan/ide untuk mengirim pegawainya mengikuti training. Namun ternyata budget perusaahan tidak ada karena bisnis sedang menurun. Bisnis sedang meningkat tenaga kerja tidak training, bisnis sedang menurun tenaga kerja juga tidak bisa training. Inilah yang disebut dengan Paradox of Training.

Coba kita lihat salah satu contoh perusahaan yang terus menurun kinerjanya dari tahun ke tahun karena mempunyai masalah yang tidak pernah teratasi karena terjebak dalam lingkaran setan. Saat kondisi bisnis sedang jelek, biasanya secara umum yang dilakukan adalah pemotong budget, ilustrasi sebagai berikut:

1.     Laba Menurun, karena:
2.     Penjualan Menurun, karena:
3.     Produksi Menurun, karena:
4.     Gangguan Mesin Produksi Meningkat, karena:
5.     Pemeliharaan Mesin Produksi Tidak Optimal, karena:
6.     Pegawai Tidak Kompeten Memeliharan Mesin Produksi, karena:
7.     Pegawai tidak di training, karena:
8.     Anggaran training tidak ada, karena:
9.     Anggaran perusaahaan terbatas, karena:
10.  Pemotongan Budget, karena:
11.  Laba menurun (kembali ke nomor 1, an infinite loop / perulangan terus menerus)

Dari contoh kasus di atas, pemotongan anggaran (nomor 10) terkesan normal dilakukan, namun menyebabkan lingkaran setan karena terjadi pengulangan masalah dari tahun ke tahun.

Bagaimana cara mengantasi lingkaran setan tersebut? Lingkaran setan harus diputus dengan cara memperbaiki salah satu aktivitas yang paling mudah dilakukan oleh perusahaan. Misalnya aktivitas nomor 6. Pegawai tidak kompeten, dapat ditingkatkan kompetensinya melalui coaching langsung dari atasan pegawai. Memutus salah satu rantai di lingkaran setan dapat membantu menyelesaikan masalah di atasnya, yang pada akhirnya nanti dapat memperbaiki laba perusahaan dan pada akhirnya budget training akan meningkat lagi.


Mengatasi Paradox of Training sama dengan cara memutus salah satu rantai lingkaran setan, yaitu dengan cara tetap memelihara kompetensi tenaga kerja meskipun aktivitas bisnis sedang sibuk. Kunci suksesnya adalah pengaturan pola kerja dan kemampuan menetapkan prioritas kerja.