Wednesday, May 25, 2016

A Session with Dave Ulrich

Bagi praktisi HR, tentunya sosok Dave Ulrich sudah tidak asing lagi. Ia adalah Rensis Likert Professor of Business, Ross Scholl of Business, University of Michigan. Pertama kali mengenal Dave saat saya membaca bukunya yang berjudul HR Champion. Bertemu dengannya pun juga sudah beberapa kali, namun saat ini bertemu kembali dengannya ada sesuatu yang spesial dari biasanya, yaitu saya dan tim learning memiliki waktu khusus dan intensif berdiskusi dengannya tentang Leadership Code.

Tanggal 25 Mei 2016, saya dan tim menyempatkan diri untuk sarapan pagi di Shangri-La Hotel – Jakarta, khusus berdiskusi dengan Dave tentang Kepemimpinan. Tepat jam 07.00 WIB saat kami bertemu, tampak Dave masih sedikit jet lag karena ia baru tiba di Jakarta sekitar pukul 01.00 WIB. Saat sharing session, Dave tampak letih, tak jarang ia mengelap keringat yang membanjiri wajahnya, dan ia pun lebih banyak duduk karena hal itu. Jauh dari kharisma para fasilitator kelas dunia yang pada umumnya berdiri saat sharing session, namun yang luar biasa dari sharing session tersebut adalah ia berbagi experience yang luar biasa dari praktek-praktek kepemimpinan di dunia. Isi kepala Dave benar-benar ilmu dan praktek-praktek HR kelas dunia. Membaca bukunya dan berbicara langsung dengannya adalah sesuatu yang jauh berbeda. Berdiskusi dengannya secara langsung membuat kita paham kenapa ia mampu menulis buku tentang Leadership Code.


Sering kita mendengar pertanyaan seperti ini, apakah Leader itu dibentuk karena:
1.     Keturunan (talenta dari lahir)
2.     Pelatihan
3.     Ditempa oleh kondisi

Saya selalu menjawab karena 3 hal tesebut di atas. Lalu bagaimana jawaban versi Dave?

Untuk membangun kapabilitas kepemimpinan, Dave berbagi Tips, yaitu:
1.     Business Case for Leadership
2.     Agreement on What our Leaders Must Do
3.     Assess Leaders and Leadership
4.     Invest in Leaders and Leadership
5.     Measeure Leaders and Leadership
6.     Ensure Reputation

Dari 6 langkah tersebut, saya akan mengulas langkah yang ke-5, bagaimana kita mengukur keberhasilan program pengembangan/pelatihan untuk para pemimpin. Hal ini sengaja saya ulas karena terkait dengan Leader dibentuk melalui pelatihan, yaitu sesuatu yang secara formal dapat diformulakan.

Baik saya maupun Dave memiliki pemikiran yang sama mengenai hal ini, yaitu:
1.    Buatlah survey kepada para pemimpin, apakah mereka puas dengan program kepemimpinan yang mereka ikuti
2.     Buatlah tes untuk mengukur peningkatan pengetahuan/pemahaman mereka sebelum dan setelah program
3.   Tanyakan pada atasan langsung mereka, apakah setelah pelatihan mereka membuat strategi baru untuk perusahaan mereka/tempat mereka bekerja
4.   Dan terakhir dan paling penting adalah melihat apakah mereka mampu meningkatkan kinerja perusahaan melalui project-project yang mereka kerjakan setelah program di dalam kelas.

Hasil riset selama 4 (empat) bulan yang dilakukan Dave, ternyata Leader dibentuk karena:
1.  Pengalaman (50%), karena keturunan, didikan orang tua, keluarga, coaching mentoring counseling dari atasan.
2.    Pelatihan (30%), karena solusi pembelajaran. Tugas-tugas karena pelatihan yang memaksa/mendorong untuk menyelesaikan permasalahan pekerjaan.
3.     Sesuatu diluar pekerjaan (20%), karena kondisi sosial dimana individu berbaur dengan masyarakat, misalnya berbaur dengan masyarakat miskin membuat jiwa empati lebih kuat.

Kesempurnaan Pemimpin terjadi ketika kapabilitasnya dibentuk dari diri sendiri, lingkungan internal, dan lingkungan eksternal. Belajar dari kegagalan membentuk pengalaman hidup sebagai pribadi yang matang. Pelatihan meningkatkan wawasan untuk memberikan perspektif baru dalam bertindak. Tidak juga semua hasil pelatihan harus diimplementasikan, 2-3 saja cukup menjadi fokus bagi individu sesuai dengan kekuatan yang dimiliki untuk mengamalkan ilmu yang didapat. Berbaur dengan masyarakat membantu menumbuhkan empati dan pemahaman budaya.

Berbicara tentang kultur/budaya, alkisah di sebuah perusahaan keluarga, sebut saja si Ali adalah keponakan dari Mr X sebagai Bos Perusahaan. Ali yang biasanya bekerja dengan sangat baik, dalam 1 (satu) bulan terakhir mengalami penurunan kinerja. Lalu Mr X bertanya kepada Konsultan HR, apa yang perlu direkomendasikan kepadanya agar Ali dapat meningkat lagi kinerjanya. Konsultan HR pada umumnya menawarkan rekomendasi sebagai berikut: training motivasi, perbaikan gaji, perbaikan sistem penilaian kinerja, pembuatan sistem reward and punishment. Bagi Mr X hal seperti itu tampaknya rumit dan perlu waktu yang sangat lama untuk mengembalikan kinerja Ali pada kondisi semula. Kemudian akhirnya Mr X berkata, sebenarnya jika saja aku melaporkan si Ali kepada Ibunya, yang merupakan adik Mr X, maka Ibu Ali akan memarahi si Ali agar giat bekerja lagi dan tidak mempermalukan nama baik keluarganya. Maka dalam hitungan hari, Ali sudah dapat giat bekerja lagi. Kultur kekeluarga menjadi hal yang dominan dalam perusahaan Mr X. Hal-hal seperti inilah yang tidak akan di dapat dari buku ataupun pelatihan. Jawaban seperti ini sepertinya lucu, namun pada prakteknya dapat efektif pada tempat-tempat tertentu.

Jika para pemimpin sudah memiliki paket lengkap: pengalaman kerja, pelatihan, pengalaman hidup, siapakan diantara mereka yang best of the best atau high potential leader?

Mereka adalah yang setidaknya memiliki 4 (empat) hal:
1.     Memiliki ambisi, keinginan untuk memimpin
2.  Memiliki kemampuan, kemampuan dalam tugas, memimpin orang lain, kemampuan membangun sistem (menghilangkan ketergantungan pada sosok/individu pemimpin)
3.     Memiliki kecepatan, kecepatan adaptasi, belajar, dan bertindak

4.     Memiliki hasrat pencapaian yang tinggi

Penulis: Ridho Hutomo

No comments:

Post a Comment