Bagi praktisi HR, tentunya
sosok Dave Ulrich sudah tidak asing lagi. Ia adalah Rensis Likert Professor of
Business, Ross Scholl of Business, University of Michigan. Pertama kali
mengenal Dave saat saya membaca bukunya yang berjudul HR Champion. Bertemu
dengannya pun juga sudah beberapa kali, namun saat ini bertemu kembali
dengannya ada sesuatu yang spesial dari biasanya, yaitu saya dan tim learning
memiliki waktu khusus dan intensif berdiskusi dengannya tentang Leadership Code.
Tanggal 25 Mei 2016, saya dan
tim menyempatkan diri untuk sarapan pagi di Shangri-La Hotel – Jakarta, khusus
berdiskusi dengan Dave tentang Kepemimpinan. Tepat jam 07.00 WIB saat kami
bertemu, tampak Dave masih sedikit jet
lag karena ia baru tiba di Jakarta sekitar pukul 01.00 WIB. Saat sharing
session, Dave tampak letih, tak jarang ia mengelap keringat yang membanjiri
wajahnya, dan ia pun lebih banyak duduk karena hal itu. Jauh dari kharisma para
fasilitator kelas dunia yang pada umumnya berdiri saat sharing session, namun
yang luar biasa dari sharing session tersebut adalah ia berbagi experience yang luar biasa dari
praktek-praktek kepemimpinan di dunia. Isi kepala Dave benar-benar ilmu dan
praktek-praktek HR kelas dunia. Membaca bukunya dan berbicara langsung
dengannya adalah sesuatu yang jauh berbeda. Berdiskusi dengannya secara
langsung membuat kita paham kenapa ia mampu menulis buku tentang Leadership Code.
Sering kita mendengar
pertanyaan seperti ini, apakah Leader itu dibentuk karena:
1. Keturunan
(talenta dari lahir)
2. Pelatihan
3. Ditempa
oleh kondisi
Saya selalu menjawab karena 3
hal tesebut di atas. Lalu bagaimana jawaban versi Dave?
Untuk membangun kapabilitas
kepemimpinan, Dave berbagi Tips, yaitu:
1.
Business
Case for Leadership
2.
Agreement
on What our Leaders Must Do
3.
Assess
Leaders and Leadership
4.
Invest
in Leaders and Leadership
5.
Measeure
Leaders and Leadership
6.
Ensure
Reputation
Dari 6 langkah tersebut, saya
akan mengulas langkah yang ke-5, bagaimana kita mengukur keberhasilan program
pengembangan/pelatihan untuk para pemimpin. Hal ini sengaja saya ulas karena
terkait dengan Leader dibentuk melalui pelatihan, yaitu sesuatu yang secara
formal dapat diformulakan.
Baik saya maupun Dave memiliki
pemikiran yang sama mengenai hal ini, yaitu:
1. Buatlah
survey kepada para pemimpin, apakah mereka puas dengan program kepemimpinan
yang mereka ikuti
2. Buatlah
tes untuk mengukur peningkatan pengetahuan/pemahaman mereka sebelum dan setelah
program
3. Tanyakan
pada atasan langsung mereka, apakah setelah pelatihan mereka membuat strategi
baru untuk perusahaan mereka/tempat mereka bekerja
4. Dan
terakhir dan paling penting adalah melihat apakah mereka mampu meningkatkan
kinerja perusahaan melalui project-project yang mereka kerjakan setelah program
di dalam kelas.
Hasil riset selama 4 (empat)
bulan yang dilakukan Dave, ternyata Leader dibentuk karena:
1. Pengalaman
(50%), karena keturunan, didikan orang tua, keluarga, coaching mentoring
counseling dari atasan.
2. Pelatihan
(30%), karena solusi pembelajaran. Tugas-tugas karena pelatihan yang memaksa/mendorong
untuk menyelesaikan permasalahan pekerjaan.
3. Sesuatu
diluar pekerjaan (20%), karena kondisi sosial dimana individu berbaur dengan
masyarakat, misalnya berbaur dengan masyarakat miskin membuat jiwa empati lebih
kuat.
Kesempurnaan Pemimpin terjadi ketika kapabilitasnya
dibentuk dari diri sendiri, lingkungan internal, dan lingkungan eksternal.
Belajar dari kegagalan membentuk pengalaman hidup sebagai pribadi yang matang.
Pelatihan meningkatkan wawasan untuk memberikan perspektif baru dalam
bertindak. Tidak juga semua hasil pelatihan harus diimplementasikan, 2-3 saja cukup
menjadi fokus bagi individu sesuai dengan kekuatan yang dimiliki untuk
mengamalkan ilmu yang didapat. Berbaur dengan masyarakat membantu menumbuhkan
empati dan pemahaman budaya.
Berbicara tentang kultur/budaya, alkisah di sebuah
perusahaan keluarga, sebut saja si Ali adalah keponakan dari Mr X sebagai Bos
Perusahaan. Ali yang biasanya bekerja dengan sangat baik, dalam 1 (satu) bulan
terakhir mengalami penurunan kinerja. Lalu Mr X bertanya kepada Konsultan HR,
apa yang perlu direkomendasikan kepadanya agar Ali dapat meningkat lagi
kinerjanya. Konsultan HR pada umumnya menawarkan rekomendasi sebagai berikut:
training motivasi, perbaikan gaji, perbaikan sistem penilaian kinerja,
pembuatan sistem reward and punishment. Bagi Mr X hal seperti itu tampaknya
rumit dan perlu waktu yang sangat lama untuk mengembalikan kinerja Ali pada
kondisi semula. Kemudian akhirnya Mr X berkata, sebenarnya jika saja aku
melaporkan si Ali kepada Ibunya, yang merupakan adik Mr X, maka Ibu Ali akan
memarahi si Ali agar giat bekerja lagi dan tidak mempermalukan nama baik keluarganya.
Maka dalam hitungan hari, Ali sudah dapat giat bekerja lagi. Kultur kekeluarga
menjadi hal yang dominan dalam perusahaan Mr X. Hal-hal seperti inilah yang
tidak akan di dapat dari buku ataupun pelatihan. Jawaban seperti ini sepertinya
lucu, namun pada prakteknya dapat efektif pada tempat-tempat tertentu.
Jika para pemimpin sudah memiliki paket lengkap: pengalaman
kerja, pelatihan, pengalaman hidup, siapakan diantara mereka yang best of the best atau high potential leader?
Mereka adalah yang setidaknya memiliki 4 (empat) hal:
1. Memiliki
ambisi, keinginan untuk memimpin
2. Memiliki
kemampuan, kemampuan dalam tugas, memimpin orang lain, kemampuan membangun
sistem (menghilangkan ketergantungan pada sosok/individu pemimpin)
3. Memiliki
kecepatan, kecepatan adaptasi, belajar, dan bertindak
4. Memiliki
hasrat pencapaian yang tinggi
Penulis: Ridho Hutomo
No comments:
Post a Comment