Saat di pintu gerbang masuk Q Center, saya secara tidak
sengaja berpapasan dengan salah satu peserta pembelajaran yang akan pulang
karena ia sudah menjalani sesi pembelajaran di Q Center kurang lebih 1 (satu)
minggu. Saya pun berbincang-bincang singkat dengannya, seingat saya, peserta
pembelajaran itu adalah konsultan dari Canada atau Italy, dan ada 1 (satu)
jawaban atas pertanyaan saya yang sangat berkesan,
“Setelah
belajar disini, apa yang engkau rasakan saat ini?”, tanya saya.
“Hhhh…..(menghela
nafas), aku sangat sedih hari ini, karena harus meninggalkan tempat ini, banyak
sekali yang aku pelajari disini, rasanya aku masih ingin melanjutkan belajar
disni, dan tak terasa sekarang aku sudah harus kembali lagi ke tempat kerja”, ungkap
salah satu peserta pembelajaran.
Dari pertemuan singkat tersebut, saya menjadi penasaran,
ada apa di Q Center, resep seperti apa yang mereka jalankan sampai membuat
pesertanya begitu terkesima, tak sabar rasanya saya ingin segera masuk ke
gedung Q Center, mempelajari fasilitas di dalamnya dan bagaimana tata kelola
mereka.
Akhirnya waktu yang dinantikan tiba, kami disambut oleh Chief Learning Officer-nya Q Center, Mr.
Donald Vanthournout dan para expert pembelajaran lainnya, yaitu: Kurt Olson dan
Tad Waddington. Mereka bertiga adalah penulis buku Return on Learning – Training for High Performance at Accenture,
2006. Dari mereka kami banyak belajar langsung tentang bagaimana Accenture
mengelola pembelajarannya.
Accenture
merupakan perusahaan kelas dunia bergerak di konsultan manajemen, layanan
teknologi dan perusahaan outsourcing. Memiliki 211.000 karyawan yang melayani
klien di lebih dari 120 negara. Pendapatan bersih perusahaan pada waktu itu
sekitar US $ 21,6 miliar. Accenture memposisikan dirinya sebagai pemimpin
global yang memiliki pengalaman, kemampuan dan hubungan tak tertandingi. Mereka
membantu klien dalam hal arsitek dan memberikan solusi untuk menciptakan nilai
(create value). 3 (tiga) bisnis utama mereka adalah:
1. Business Consulting, nearly 90% of the world’s top companies
benefit from Accenture insights and solutions.
2. Technology Consulting, experienced professionals
bring the latest technology to deliver solutions, no matter how complex or
risky.
3. Outsourcing, using data networks and a suite of
powerful online applications, Accenture can help clients focus on their core
business.
Apakah training memberikan nilai tambah bagi
organisasi? Bagaimanakah Accenture menghitung Return On Investment (ROI) dalam
pembelajaran?
Beberapa input yang menjadi pertimbangan mereka
adalah sebagai berikut:
1.
Cost
rates
2.
Bill
rates
3.
Promotion
Date
4.
Time
with Accenture
5.
Hours
spent in training
Selanjutnya untuk menghitung ROI, mereka
melakukan pendekatan kuantitatif (berdasarkan data pengusahaan) dan kualitatif
(berdasarkan hasil survey dari peserta pembelajaran), dan hasilnya sebagai
berikut:
1.
Annual
net benefit = $25,000 per person
2.
6.67 X
more likely to think Accenture is a great place to work
Dengan jumlah karyawan yang jauh lebih banyak
dari tempat saya bekerja, saya penasaran bagaimana mereka bisa mengelola itu
semua dan dengan skala global? Rupanya mereka memiliki 5 (lima) metode untuk
menyampaikan pembelajaran dengan cara sebagai berikut:
1. Traditional Classroom, peserta dipanggil ke Q Center dan Training Center
terdekat lainnya untuk pembelajaran yang sifatnya soft skill dan perlu banyak interaksi dan berbagi pengalaman.
2. Virtual Classroom, peserta belajar melalui komputer dan berinteraksi dengan
pengajar melalui internet.
3. Independent Computer
Based Training, peserta belajar melalui komputer
tanpa ada interaksi dengan pengajar.
4. Vendors, Accenture bekerjasama dengan vendor-vendor yang kompeten
di bidangnya, misalnya training tentang SAP, dilakukan dengan bekerjasama
dengan SAP. Mereka tidak punya banyak waktu untuk mengembangkan sendiri, yang
mereka perlukan adalah ilmu yang update karena hal itulah yang dibutuhkan dari
pelanggan mereka.
5. Key Knowledge Capital
Assets, Accenture memiliki semacam
digital/online library yang dapat diakses oleh para karyawan untuk menambah
pengetahuan secara mandiri.
Dari metode yang
diselenggarakan Accenture, terlihat bahwa eLearning telah mampu merubah biaya
training secara radikal. Dalam 5 tahun, mereka telah merubah strategi 70%
classroom 30% Distributed menjadi 30% classroom 70% Distributed. Porsi In Class
Training (ICT) dan Digital Learning (DL) inilah yang nantinya menjadi cikal
bakal referensi road map e-learning atau sekarang disebut DL di tempat saya
bekerja. Bagi Accenture, ICT tetap memegang peranan penting dalam proses
pembelajaran, tapi sekarang mereka menggunakannya untuk penetapan sasaran,
tujuan strategis seperti menanamkan budaya, membangun jaringan profesional,
pengajaran keterampilan kompleks. Saat masih era BlackBerry, jika di Indonesia
masih BBM-an, sementara mereka sudah menggunakannya untuk keperluan mobile
learning, sebagaimana gambar berikut:
Lalu bagaimanakah
kurikulum pembelajaran dikembangkan disana? Saya semakin penasaran bertanya
untuk mencari root (akar) darimana
metode tersebut berasal. Mereka membagi 2 (dua) pembelajaran, soft dan hard, yaitu:
1. Soft Training: Core Training – Building the Accenture Professional, Pengembangan kompetensi
inti, terkait dengan strategi bisnis secara keseluruhan. Memperkuat budaya dan
nilai-nilai. Membangun keterampilan profesional yang penting seperti
kepemimpinan, penciptaan nilai, membangun hubungan, ketajaman bisnis, menjual,
disiplin ilmu manajemen, kecerdasan teknologi, dan metodologi.
2. Hard Training:
a. Growth Platform Training – Developing deep specialty and delivery
excellence skills, Pengembangan ketrampilan fungsional dan teknis. Contoh: SAP, Oracle,
Cisco, Supply Chain Management, dll
b. Industry Training – Providing
market relevant content and context, Program untuk mengembangkan ketajaman insdustri
dan menambah wawasan. Contoh: Banking, Infrastructure and Transportation,
Energy, Automotive, dll
c.
Job Readiness and Remediation –
Preparing for or providing remediation for specific skills or a specific role
or task,
Fokus pada pengetahuan dan membangun keterampilan untuk menangani specific
project yang membutuhkan keterampilan khusus. Sangat spesifik dan jangka pendek
untuk mendapatkan seseorang siap untuk melaksanakan
tugas berikutnya.
Hal yang menarik dari perjalanan saya
ke Q Center adalah, Accenture sebagai konsultan SAP, ternyata mereka tidak
menggunakan SAP untuk mengelola trainingnya, mereka membangun sendiri aplikasi
bernama myLearning. Dasar pemikiran inilah yang menguatkan tempat saya bekerja
tetap mengembangkan Learning Management
System (LMS)-nya sendiri. Aplikasi myLearning yang dimiliki Accenture pada
waktu itu sangatlah canggih, bahkan sampai tulisan ini ditulis pun, belum
pernah saya melihat ada organisasi yang mampu menyamai keunggulan mereka.
Disini saya merasa bahwa pola pikir negara-negara barat sangat maju, dan
seharusnya negara berkembang seperti Indonesia bisa dengan cepat mengejar
ketertinggalan dengan konsep sederhana, ATM, Amati Tiru Modifikasi. Aplikasi
myLearning mampu mencari dengan mudah training yang sesuai dengan jabatan dan
yang direkomendasikan, mencetak sertifikat secara online, training yang selaras
dengan jenjang karir, kurikulum yang disesuaikan dengan kebutuhan bisnis
Jika ingin belajar mengelola
training dengan skala global, belajarlah dari organisasi seperti Accenture yang
terbukti mampu mengelola:
1. 237,000 participant days of training
2. 185,000 people
3. $985M spent on training
4. 1.1M course completion
5. 1,100 centralized classroom sessions
6. 1,300+ virtual classroom sessions
7. 13.2M hours of training
8. 100+ venues
9. multiple workforces and workgroups
Lalu apa rahasia terbesar
keberhasilan Accenture mengelola training mereka? Mudah disampaikan namun sulit
untuk ditiru atau diterapkan, mereka menggunakan konsep phenomenal learning.
Phenomenal Learning bagi mereka tidak sekedar pengetahuan dan keterampilan,
tetapi adalah sebuah pengalaman, yaitu: pengalaman dalam pembelajaran,
pengalaman dalam membangun jejaring, pengalaman internalisasi budaya,
pengalaman sebagai tamu. Dikatakan phenomenal apabila memenuhi 4 unsur
sebagaimana gambar berikut:
Pengalaman dalam pembelajaran,
aspek yang menjadi perhatian penting adalah bagaimana peserta terkesan dengan
para pengajar, materi pembelajaran yang mereka dapatkan, dan metode
pembelajaran yang menarik.
Pengalaman dalam membangun
jejaring, aspek yang menjadi perhatian penting adalah bagaimana peserta
berkenalan dan menjalin relasi dengan peserta yang heterogen dari kawasan yang
berbeda-beda. Mereka dapat berbagi pengalaman satu sama lain dan dapat saling
membantu di kemudian hari setelah mengikuti pembelajaran.
Pengalaman internalisasi budaya
(enkulturasi), aspek yang menjadi perhatian penting adalah bagaimana peserta
mempelajari nilai dan norma kebudayaan dari peserta lain yang berbeda kawasan.
Sebagai konsultan mereka harus mampu mengenali ragam budaya sehinga mampu
berbaur dengan pelanggan mereka dimanapun berada sehingga saran-saran mereka
dapat didengar.
Pengalaman sebagai tamu, aspek
yang menjadi perhatian penting adalah bagaimana peserta dilayani seperti halnya
tamu penting (diistimewakan, tanpa membeda-bedakan dari mana asalnya). Peserta
merasakan kebahagiaan karena dilayani mulai dari kedatangan sampai dengan
kepulangan. Seperti halnya tamu wisata, merasakan ramahnya penyambutan,
fasilitas modern yang menyenangkan, dan lingkungan yang bersih dan nyaman.
Semoga saja tulisan ini
dapat memberikan inspirasi bagi para pembaca, dan dengan senang hati kita dapat
saling berbagi pengalaman, khususnya bagi para pembaca yang memiliki pengalaman
di organisasi yang mampu mengelola pembelajaran seperti di Q Center.
Penulis: Ridho Hutomo