Kita
ambil salah satu contoh di Indonesia, siapa yang tak kenal Kaskus? Salah satu
pelopor jual beli online di Indonesia. Kaskus pernah menjadi website utama bagi
para Generasi Millenials yang lebih menyenangi teknologi digital dalam
bersosialisasi maupun bertransaksi. So
what now? Kaskus sudah mulai kalah bersaing dengan pendatang baru, traffic pengunjungnya sudah mulai menurun
dan sudah di bawah tokopedia, lazada, olx, dan bukalapak.
Perusahaan-perusahaan maju baik di Indonesia maupun di Luar Negeri sudah
terbiasa memiliki program-program peningkatan kapabilitas tenaga kerjanya (capacitiy building program), namun
sayangnya masih banyak yang menggunakan pendekatan lama, seperti In Class Training (ICT). Metode ICT
bukan jelek, namun Pendidikan Formal seperti ini disamping relatif mahal
penyelenggaraannya juga lambat dalam pelaksanaannya. Jika hanya mengandalkan
pendekatan ini semata, maka tak pelak lagi perusahaan tidak akan mampu
menghadapi agilty agar dapat survive dalam perubahan bisnis yang
cepat bahkan cenderung egois.
Sudah saatnya perusahaan mulai memikirkan cara pandang
baru, yaitu membudayakan Savvy Learner.
Savvy menurut definisinya adalah kemampuan praktis (practical knowledge), sehingga memiliki
kompetensi yang cukup untuk menilai situasi/mengambil keputusan (the ability to make good judgments). Orang
yang memiliki kemampuan ini memiliki pengetahuan yang luas, akal sehat praktis,
mampu memadukan gagasan yang beragam sehingga mampu mengatakan/melakukan hal
yang benar dalam situasi apapun.
Saat ini kita hidup di era informasi, banyak informasi
bertebaran, mana berita yang benar atau berita yang hoax sama banyaknya. Perlu pandai memilah informasi melalui
pemahaman yang luas. Pemahaman yang sempit tanpa akal sehat praktis justru dapat
menjadi jebakan para Generasi Millenials yang merupakan para “Seeker” di dunia digital. Menurut Spencer
& Spencer (1993), sesungguhnya Kompetensi Information Seeking adalah kompetensi yang sangat telah terbukti
dibutuhkan para talent untuk membawa kesuksesan suatu perusahaan.
Kepemilikan belajar mandiri merupakan kunci utama untuk
menjadi Savvy Learner yang sangat
bermanfaat bagi kelangsungan perusahaan. Dengan demikian, manajemen di
perusahaan harus memiliki strategi untuk menumbuhkan lingkungan yang mendukung
budaya ini, seperti: menjawab pertanyaan sederhana dari para Millenials “apa
yang harus saya pelajari?
Manajemen harus concern
terhadap dahaga para Millenials untuk ingin tahu lebih banyak, berikanlah penugasan-penugasan
yang menantang dan mengarahkan pada sesuatu yang postif bagi perusahaan.
Tugaskanlah para Millenials mencari informasi yang dibutuhkan perusahaan,
jangan biarkan mereka liar mencari informasi yang kurang relevan dengan
perusahaan. Bukan produktivitas yang didapatkan, justru turunnya produktivitas
karena terlalu lama berselancar di dunia digital yang memboroskan energi dan
waktu.
Perubahan perusahaan saat ini
dan ke depan akan banyak dipicu dari Generasi Millennials. Mereka memang miskin
pengalaman, tetapi tak punya rasa takut untuk menantang masa depan yang unclear, unpredictable, dan uncertain.
Penulis: Ridho Hutomo