Saturday, May 28, 2016

Best Practices in Managing HR

Dalam sebuah perjalanan Bandung-Semarang, sambil menunggu kedatangan Kalstar, maskapai penerbangan yang baru pertama kali saya naiki, lantaran jam keberangkatan yang paling cocok adalah pada jadwal penerbangan pesawat tersebut.

Dan ternyata Terminal Bandara Udara di Bandung juga baru di renovasi. Suasana Terminal yang bersih dan nyaman membuat saya menyempatkan waktu untuk menulis dan berbagi tentang hal-hal yang ada di benak saya.

Saat ini, tempat yang paling nyaman untuk membuka Laptop adalah spot Bakso Lapangan Tembak karena ada tempat buat charging Laptop dan HP. Aku pun memesan paket makan siang dan minum senilai Rp. 50.000,-. Dan mulai menulis apa yang bisa dishare dalam waktu 15 menit sebelum panggilan boarding pesawat. Dan tulisan pun dimulai....

Secara umum pengelolaan HR pada perusahaan yang top atau kelas dunia terdiri dari fungsi-funsi sebagai berikut:

1.     Perencanaan dan Pengembangan Organisasi
2.     Rekrutmen, Seleksi, dan Penempatan
3.     Pengelolaan Kinerja HR
4.     Pengembangan Talenta
5.     Pengelolaan Karir dan Suksesi
6.     Reward and Punishment
7.     Hubungan Industrial
8.     Pengelolaan Sistem Informasi HR

Tidak semua perusahaan baik di Indonesia maupun di luar negeri telah menerapkan fungsi-fungsi tersebut, jika pun ada yang sudah menerapkannya, biasanya masih terkotak-kotak / silo. Seharusnya 8 (delapan) fungsi tersebut saling terhubung / terintegrasi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang sama, yaitu tujuan perusahaan melalui peningkatan kapasitas dan kapabilitas HR.

Lalu apakah setiap perusahaan yang top selalu memiliki praktek-praktek terbaik di setiap fungsi tersebut? Sepanjang pengalaman saya, tidak ada super company yang hebat di segala lini. Biasanya ada beberapa fungsi pengelolaan HR yang mereka jauh lebih unggul dibanding fungsi-fungsi yang lain. Hal itu biasanya kita sebut dengan manajemen prioritas, sesuai dengan tuntutan atau kebutuhan masing-masing perusahaan.

Namun tidak ada salahnya jika kita mau belajar dari praktek-praktek terbaik dari beberapa perusahaan top yang memiliki keunggulannya di fungsi-fungsi tertentu. Berikut adalah beberapa praktek yang saya ketahui di beberapa fungsi SDM pada perusahaan top / kelas dunia.
1.     Pengelolaan Kinerja HR, prakteknya perusahaan top selalu mengukur 2 (dua) hal, yaitu kinerja individu dan potensi individu (kompetensi)
2.     Pengembangan Talenta, prakteknya perusahaan top selalu selalu memiliki program pelatihan kepemimpinan yang berjenjang mulai dari pegawai berpotensi/berprestasi, manajemen dasar, manajemen menengah, dan manajamen puncak.
3.     Pengelolaan Karir dan Suksesi, pada prakteknya perusahaan top selalu mengutamakan promosi dari dalam sebelum mengambil langkah promosi dari luar perusahaan.


Tentunya masih banyak praktek-praktek lain yang juga saya pandang baik namun tidak serta merta dapat diimplementasikan di banyak perusahaan karena harus menyesuaikan dengan situasi dan kondisi serta budaya setempat. Bagaimana pun juga praktek-praktek tersebut bersifat generic, dan tentu tetap harus disesuaikan dengan budaya dan kemampuan perusahaan.

Penulis: Ridho Hutomo

Wednesday, May 25, 2016

A Session with Dave Ulrich

Bagi praktisi HR, tentunya sosok Dave Ulrich sudah tidak asing lagi. Ia adalah Rensis Likert Professor of Business, Ross Scholl of Business, University of Michigan. Pertama kali mengenal Dave saat saya membaca bukunya yang berjudul HR Champion. Bertemu dengannya pun juga sudah beberapa kali, namun saat ini bertemu kembali dengannya ada sesuatu yang spesial dari biasanya, yaitu saya dan tim learning memiliki waktu khusus dan intensif berdiskusi dengannya tentang Leadership Code.

Tanggal 25 Mei 2016, saya dan tim menyempatkan diri untuk sarapan pagi di Shangri-La Hotel – Jakarta, khusus berdiskusi dengan Dave tentang Kepemimpinan. Tepat jam 07.00 WIB saat kami bertemu, tampak Dave masih sedikit jet lag karena ia baru tiba di Jakarta sekitar pukul 01.00 WIB. Saat sharing session, Dave tampak letih, tak jarang ia mengelap keringat yang membanjiri wajahnya, dan ia pun lebih banyak duduk karena hal itu. Jauh dari kharisma para fasilitator kelas dunia yang pada umumnya berdiri saat sharing session, namun yang luar biasa dari sharing session tersebut adalah ia berbagi experience yang luar biasa dari praktek-praktek kepemimpinan di dunia. Isi kepala Dave benar-benar ilmu dan praktek-praktek HR kelas dunia. Membaca bukunya dan berbicara langsung dengannya adalah sesuatu yang jauh berbeda. Berdiskusi dengannya secara langsung membuat kita paham kenapa ia mampu menulis buku tentang Leadership Code.


Sering kita mendengar pertanyaan seperti ini, apakah Leader itu dibentuk karena:
1.     Keturunan (talenta dari lahir)
2.     Pelatihan
3.     Ditempa oleh kondisi

Saya selalu menjawab karena 3 hal tesebut di atas. Lalu bagaimana jawaban versi Dave?

Untuk membangun kapabilitas kepemimpinan, Dave berbagi Tips, yaitu:
1.     Business Case for Leadership
2.     Agreement on What our Leaders Must Do
3.     Assess Leaders and Leadership
4.     Invest in Leaders and Leadership
5.     Measeure Leaders and Leadership
6.     Ensure Reputation

Dari 6 langkah tersebut, saya akan mengulas langkah yang ke-5, bagaimana kita mengukur keberhasilan program pengembangan/pelatihan untuk para pemimpin. Hal ini sengaja saya ulas karena terkait dengan Leader dibentuk melalui pelatihan, yaitu sesuatu yang secara formal dapat diformulakan.

Baik saya maupun Dave memiliki pemikiran yang sama mengenai hal ini, yaitu:
1.    Buatlah survey kepada para pemimpin, apakah mereka puas dengan program kepemimpinan yang mereka ikuti
2.     Buatlah tes untuk mengukur peningkatan pengetahuan/pemahaman mereka sebelum dan setelah program
3.   Tanyakan pada atasan langsung mereka, apakah setelah pelatihan mereka membuat strategi baru untuk perusahaan mereka/tempat mereka bekerja
4.   Dan terakhir dan paling penting adalah melihat apakah mereka mampu meningkatkan kinerja perusahaan melalui project-project yang mereka kerjakan setelah program di dalam kelas.

Hasil riset selama 4 (empat) bulan yang dilakukan Dave, ternyata Leader dibentuk karena:
1.  Pengalaman (50%), karena keturunan, didikan orang tua, keluarga, coaching mentoring counseling dari atasan.
2.    Pelatihan (30%), karena solusi pembelajaran. Tugas-tugas karena pelatihan yang memaksa/mendorong untuk menyelesaikan permasalahan pekerjaan.
3.     Sesuatu diluar pekerjaan (20%), karena kondisi sosial dimana individu berbaur dengan masyarakat, misalnya berbaur dengan masyarakat miskin membuat jiwa empati lebih kuat.

Kesempurnaan Pemimpin terjadi ketika kapabilitasnya dibentuk dari diri sendiri, lingkungan internal, dan lingkungan eksternal. Belajar dari kegagalan membentuk pengalaman hidup sebagai pribadi yang matang. Pelatihan meningkatkan wawasan untuk memberikan perspektif baru dalam bertindak. Tidak juga semua hasil pelatihan harus diimplementasikan, 2-3 saja cukup menjadi fokus bagi individu sesuai dengan kekuatan yang dimiliki untuk mengamalkan ilmu yang didapat. Berbaur dengan masyarakat membantu menumbuhkan empati dan pemahaman budaya.

Berbicara tentang kultur/budaya, alkisah di sebuah perusahaan keluarga, sebut saja si Ali adalah keponakan dari Mr X sebagai Bos Perusahaan. Ali yang biasanya bekerja dengan sangat baik, dalam 1 (satu) bulan terakhir mengalami penurunan kinerja. Lalu Mr X bertanya kepada Konsultan HR, apa yang perlu direkomendasikan kepadanya agar Ali dapat meningkat lagi kinerjanya. Konsultan HR pada umumnya menawarkan rekomendasi sebagai berikut: training motivasi, perbaikan gaji, perbaikan sistem penilaian kinerja, pembuatan sistem reward and punishment. Bagi Mr X hal seperti itu tampaknya rumit dan perlu waktu yang sangat lama untuk mengembalikan kinerja Ali pada kondisi semula. Kemudian akhirnya Mr X berkata, sebenarnya jika saja aku melaporkan si Ali kepada Ibunya, yang merupakan adik Mr X, maka Ibu Ali akan memarahi si Ali agar giat bekerja lagi dan tidak mempermalukan nama baik keluarganya. Maka dalam hitungan hari, Ali sudah dapat giat bekerja lagi. Kultur kekeluarga menjadi hal yang dominan dalam perusahaan Mr X. Hal-hal seperti inilah yang tidak akan di dapat dari buku ataupun pelatihan. Jawaban seperti ini sepertinya lucu, namun pada prakteknya dapat efektif pada tempat-tempat tertentu.

Jika para pemimpin sudah memiliki paket lengkap: pengalaman kerja, pelatihan, pengalaman hidup, siapakan diantara mereka yang best of the best atau high potential leader?

Mereka adalah yang setidaknya memiliki 4 (empat) hal:
1.     Memiliki ambisi, keinginan untuk memimpin
2.  Memiliki kemampuan, kemampuan dalam tugas, memimpin orang lain, kemampuan membangun sistem (menghilangkan ketergantungan pada sosok/individu pemimpin)
3.     Memiliki kecepatan, kecepatan adaptasi, belajar, dan bertindak

4.     Memiliki hasrat pencapaian yang tinggi

Penulis: Ridho Hutomo

Monday, May 9, 2016

How to: Mengelola Big Bang Disruption – Part 1

Istilah Big Bang Disruption dipopulerkan oleh Larry Downes dan Paul Nunes. Big Bang diibaratkan dengan ledakan besar atau lonjakan tiba-tiba, Disruption adalah gangguan. Jadi Big Bang Disruption adalah gangguan yang terjadi tiba-tiba dan memberikan dampak yang mengejutkan. Contoh sederhananya adalah kasus Taxi Blue Bird, sang penguasa pasar taxi di Indonesia. Banyak Operator Taxi yang takut bersaing dengan Blue Bird, karena selalu kalah dari sisi pelayanan dan kenyamanan. Tak sedikit kehadiran Blue Bird di demo di beberapa tempat. Namun dalam waktu dekat, pangsa pasar Blue Bird digrogotin secara masif oleh Big Bang Disruption, dalam wujud Teknologi, sebuah aplikasi berwujud Grab Car dan Uber. Bandara Soekarno-Hatta yang biasa dipertontonkan oleh antrian ratusan penunpang Blue Bird, mendadak hilang!!! Kemana para pelanggan mereka?  Mereka semua banyak pindah ke Grab Car dan Uber. Pangsa pasar Blue Bird dalam sekejab turun drastis… Big Bang Disruption tidak berhenti sampai disitu, muncul lagi aplikasi baru dengan nama Go Car. Go Car tidak hanya menjadi Big Bang Disruption buat Blue Bird, bahkan bisa mengancam Grab Car dan Uber.

Big Bang Disruption adalah sebuah inovasi yang berbasis teknologi, dapat mengganggu bagi pencinta zona nyaman, namun bisa menjadi peluang bagi para penantang Samudera Merah (baca buku Blue Ocean Strategy)

Beberapa contoh lain, ketika dulu saya mau membeli GPS untuk di mobil, rasanya pada waktu itu menjadi barang mewah dan sulit dibeli bagi kebanyak orang. Namun sekarang? Semua orang, bahkan tukang ojek bisa memilikinya dalam sebuah genggaman, dengan Big Bang Disruption bernama Google Map.

Sebenarnya efek “big bang” itu tidak terjadi tiba-tiba, sudah ada sinyal-sinyal ke arah tersebut. Seperti halnya penyakit kanker, tidak langsung ke stadium 3 atau 4. Selalu diawali dengan gejala-gejala atau tanda-tanda awal. Hanya saja kebanyakan dari kita kurang peka, atau membiarkan hal itu terjadi.

Teori pemasaran klasik selalu berpikir STP, Segmenting Targeting Positioning, sehingga biasanya produk dipasarkan melalui kelompok kecil pasar dan kemudian pada akhirnya masuk ke pasar mainstream. Sementara pada “big bang” segmen pasar biasanya pada seluruh lapisan pelanggan dan siap meningkat atau keluar dengan cepat juga.


…. bersambung, karena pesawat sudah boarding J

Sunday, May 1, 2016

Human Capital, apakah itu sebenarnya?

"Semuanya memiliki keindahan, namun tidak semua orang dapat melihatnya" - Confucius.




Dewasa ini banyak sekali istilah yang berkembang dalam bidang Sumber Daya Manusia (SDM), salah satunya adalah tentang Human Capital (HC). Saya sendiri lebih sepakat mendefinisikan HC sebagai sumber daya yang tak kan habis, yaitu manusia.

Apakah karena manusia tidak akan punah? Yang saya maksudkan tak kan habis bukan jumlahnya, tetapi potensi yang ada dalam diri setiap manusia.

Jika kita menambang emas, cepat atau lambat emas yang digali akan habis. Kita harus mencari tambang baru lagi, dan seterusnya, sampai tambang di bumi ini pada akhirnya punah.

Jika kita menambang minyak mentah, cepat atau lambat minyak yang dibor akan habis dan punah. Kita harus mencari sumur baru lagi, dan seterusnya, sampai sumur di bumi ini pada akhirnya punah.

Sumber daya yang tak pernah habis adalah manusia, karena potensi manusia begitu besar. Yang sulit adalah bagaimana cara mengeluarkan potensi yang ada di dalam diri setiap manusia.


Coba kita lihat ajang kompetensi Got Talent, begitu banyak manusia memiliki talenta yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, misalnya:

1.     Menari dengan 1 jari di atas botol
2.     Memanah dengan kaki
3.     Bahkan berkarya tanpa memiliki tangan dan kaki

Lalu bagaimana hal itu bisa terjadi? Tentunya tidak terjadi dalam 1 (satu) malam, butuh yang namanya kerja keras, kesabaran, dan keikhlasan. Potensi yang besar dalam diri manusia dapat keluar apabila pekerjaan tersebut dilakukan atas dasar kecintaaan terhadap yang apa yang dilakukan.


Begitu banyak manusia yang ada di bumi ini bekerja tanpa makna, menyia-nyiakan potensi besar yang ada dalam dirinya. Sebagai contoh: sering dijumpai keryawan kantoran hanya sekedar mencari gaji dan melakukan aktivitas kurang produktif selama bekerja, seperti: ha-ha hi-hi, gossip, melamun, menunggu jam pulang kantor. Bisa dibayangkan jika sebuah perusahaan memiliki karyawan yang antusias bekerja, seperti halnya peserta Got Talent yang memiliki tujuan hidup yang jelas. Dapat diperkirakan begitu banyak ide kreatif yang tumbuh sehingga dapat mendorong kemajuan perusahaan tersebut, yang pada akhirnya memberikan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi para karyawannya.


Penulis: Ridho Hutomo

How to: Mengelola atau Menghilangkan Stress?

"Hanya ada satu cara untuk menghindari kritik: jangan lakukan apa-apa, jangan katakan apa-apa, dan jangan jadi apa-apa" - Aristoteles.


Pada suatu ketika saat seorang Guru sedang mengajar di suatu kelas kepemimpinan, ada siswa yang terlihat sangat gelisah dan tampak tidak fokus mengikuti pelajaran. Pada saat istirahat siang, guru tersebut kemudian menghampirinya untuk bertanya, hal apa yang membuatnya kehilangan fokus.










Guru       :    Anda terlihat banyak pikiran dan kehilangan fokus, ada apa gerangan?

Siswa      : Maaf pak, saya stress mengikuti kelas ini, karena program ini berlangsung cukup lama dan saya harus meninggalkan kantor selama 2 (dua) minggu. Saya khawatir pekerjaan saya di kantor tidak selesai.

Guru       :    Ohh, berarti anda sebenarnya tidak menginginkan ikut kelas ini ya?

Siswa      :   Bukan begitu pak, saya sangat menginginkan ikut program kepemimpinan ini, karena tanpa program ini, saya tidak akan bisa dipromosikan. Karena aturan di perusahaan saya, setiap yang akan menduduki jabatan harus lulus program kepemimpinan.

Guru       :    Jadi apa yang membuat anda stress? Memikirkan pekerjaan di kantor atau ikut program ini?

Siswa      :    Entahlah pak, saya juga bingung. Banyak teman-teman saya yang sudah pernah ikut program ini dan tidak semua dari mereka lulus, mungkin itu juga membuat saya stress.

Guru       :    Apakah atasan anda mendukung anda ikut progam ini?

Siswa      :    Saya kira iya pak, namun sepertinya teman-teman saya menyangsikan saya bisa lulus program ini.

Guru       :    Loh memangnya kenapa?

Siswa      :    Sebab yang muda saja ada yang tidak lulus, apalagi saya yang sudah tua seperti ini. Apalagi banyak sekali tugas-tugas dalam program ini. Setiap hari saya harus mengerjakan tugas, membuat resume materi pelajaran, dan ikut ujian. Jujur, saya stress berat.

Guru       :    Apa yang anda rasakan saat ini sampai merasa stress berat?

Siswa      :    Saya takut tidak lulus, dan jika itu terjadi saya akan malu sekali. Itu yang membuat saya stress berat.

Guru       :    Apa yang bisa saya bantu kalau begitu?

Siswa      :    Tolong ajarkan saya caranya untuk menghilangkan stress ini pak?

Guru       :    Ohh… gampang sekali. Anda cukup tidak perlu ikut program ini, maka dengan sendirinya anda pasti tidak akan pernah lulus/tidak lulus dari program ini, dan karena hal itu tidak terjadi pada diri anda, maka dengan sendirinya anda tidak akan merasa stress

Siswa      :    Loh, kalau itu terjadi, artinya saya tidak bisa promosi pak?

Guru       :    Apakah tidak dipromosi membuat anda stress juga?

Siswa      :    Tentu saja pak.

Guru       :    Mana yang membuat anda stress, tidak dipromosi atau tidak lulus program ini?

Siswa      :    Hmm…. 2-2 nya pak, saya ingin mendapatkan promosi tetapi tidak ingin tidak lulus.

Guru       :    Tahukah anda bahwa program kepemimpinan ini untuk mencetak para pemimpin. Pemimpin tidak ditentukan dari sertifikat kelulusan, tetapi pemimpin ditentukan bagaimana dia mampu mengatasi masalah yang ada di pekerjaan. Yang namanya masalah pasti akan menimbulkan stress. Stress tidak dapat dihilangkan, tetapi harus dikelola. Hanya orang mati saja yang tidak stress, coba anda lihat di kuburan, tulisannya R.I.P (Rest in Peace). Jadi yang anda harus lakukan adalah mengelola stress.

Siswa      :    Hmm…. jadi apa yang harus saya lakukan pak?

Guru       :    Anda harus mengelola stress yang anda miliki. Saya berikan cerita kisah seorang samurai yang tertinggal sendiri di medan perang, ia harus menghadapi 100 orang musuh sendirian. Jika ia harus berhadapan secara langsung dengan 100 orang, sudah dipastikan ia akan terbunuh karena dikeroyok. Yang ia lakukan adalah membunuh 1 orang dan berlari menjauh dari gerombolan musuh. Saat gerombolan musuh mengejar, ia berbalik arah dan membunuh 1 orang lagi, dan setelah itu ia berlari menjauh lagi. Ia lakukan hal itu berulang-ulang sampai akhirnya 100 orang habis ditebas dengan pedangnya. Sesungguhnya ia hanya melawan 1 orang, bukan 100 orang. Pesan yang ingin saya sampaikan adalah, ada banyak stress dalam hidup anda, jika anda memikirkannya semua, maka itu membuat anda tambah stress. Anda cukup menyelesaikan masalah dalam hidup anda satu persatu sampai tuntas. Jangan memikirkan masalah yang lain sebelum anda menyelesaikan masalah yang ada di depan mata. Apakah anda sudah paham?

Siswa      :    Terima kasih pak, sepertinya saya mulai mengerti.

Guru       :    Lalu apa yang akan anda lakukan setelah ini?

Siswa      :    Saya akan kembali ke kelas, fokus belajar, dan bersungguh-sungguh mengerjakan ujian agar bisa lulus mata pelajaran hari ini.


Dan dikemudian hari, siswa tersebut berhasil lulus program kepemimpinan dan menjadi salah satu siswa terbaik di kelasnya. Tak lama setelah kelulusannya, ia kemudian mendapatkan promosi di kantornya.



Penulis: Ridho Hutomo