Sunday, April 10, 2016

Bekerja dengan Cinta

"Jika kita mengerjakan sesuatu yang sangat kita sukai, kita tidak perlu memaksakannya. Visinya akan menarik kita." - Steve Jobs.

Pernahkan kita sering mendengar kebanyakan orang bekerja untuk mencari sesuap nasi? Kalimat tersebut mungkin tidak asing kita dengar. Ada 2 (dua) kemungkinan kenapa kalimat tersebut terucap, pertama, karena low profile (rendah hati), atau yang kedua, karena memang kondisi sesungguhnya, hidup dalam keterbatasan.

Alkisah ada 2 (dua) orang anak, Tatang seorang anak petani, dan Adang seorang anak pedagang. Sejak kecil Tatang dibesarkan oleh orang tuanya dengan kehidupan yang sederhana. Setiap pagi ia pergi ke sawah membantu orang tuanya untuk menanam padi. Teriknya matahari dan tetesan keringat sudah bukan sesuatu yang asing bagi Tatang. Jika ditanya, apa yang dia lakukan setiap hari, Tatang selalu berkata, untuk mencari sesuap nasi (ungkapan ini ia katakan untuk mengungkapkan jika ia tidak bekerja keras, maka ia tidak punya cukup uang untuk membeli kebutuhan hidup). Jika ditanya, apa cita-citanya, Tatang selalu berkata ingin hidup bahagia (ia berpandangan bahwa hidup bahagia dapat diperoleh tanpa harus bekerja keras). Terkadang Tatang iri dengan temannya Adang, yang tampak lebih bahagia dari dirinya, tidak harus kepanasan tapi bisa dapat uang setiap hari dari pelanggannya. Saat ia mulai letih akan pekerjaannya, ia selalu istirahat menikmati angin semilir dan pemandangan yang hijau. Hal tersebut selalu mengingatkannya akan kebesaran Tuhan YME. Ia selalu memotovasi dirinya dengan cara berusaha beribadah tepat waktu.

Adang sebagai seorang anak pedagang lebih banyak menghabiskan waktu di toko membantu orang tuanya berjualan. Kehidupannya yang ia lalui tak jauh beda dengan Tatang, bedanya ia tak berurusan dengan teriknya matahari, namun ia banyak berurusan dengan pelanggan yang berbeda-beda. Tak jarang ia harus menghadapi komplain dari pelanggan tentang kualitas barang ataupun harga barang dagangannya. Jika ditanya, apa yang dia lakukan setiap hari, Adang selalu berkata, untuk mencari sesuap nasi (ungkapan ini ia katakan agar tidak terdengar sombong bagi yang mendengarnya). Jika ditanya, apa cita-citanya, Adang selalu berkata ingin menjadi pedagang yang sukses. Terkadang Adang iri dengan temannya Tatang, yang tampak lebih bahagia dari dirinya, bisa punya banyak waktu menikmati keindahan alam dan dapat beribadah tepat waktu.

Suatu saat kedua sahabat tersebut bertemu dan mengkisahkan bahwasannya mereka saling iri satu sama lain. Akhirnya mereka sadar bahwa apa yang mereka pikirkan belum tentu sama dengan apa yang dipikirkan orang lain. Selama ini mereka berdua sudah bekerja keras pada bidangnya masing-masing, namun mereka menjadi tidak terlalu bahagia karena melihat kebahagiaan yang dirasakan orang lain. Ketika Tatang mendengar cita-cita sahabatnya ingin menjadi pedagang yang sukses, diapun merivisi cita-citanya menjadi petani yang sukses. Tatang sadar bahwa tanpa kerja keras tidak akan pernah menuai kesuksesan. Untuk bisa mencintai pekerjaannya, ia merevisi aktivitas yang ia lakukan setiap hari dengan kalimat memberi sesuap nasi buat orang lain. Tatang menyadari bahwa padi yang ia tanam, hasilnya tidak dirasakan buat dia sendiri, tetapi juga orang lain yang membeli hasil panennya. Sementara Adang juga mendapat inspirasi yang berarti dari Tatang. Di tengah-tengah kesibukan, ia tetap harus membagi waktu untuk menikmati hidup dan beribadah tepat waktu untuk membuat hatinya tetap bahagia.

Seiring berjalannya waktu, Tatang dan Adang melakukan pekerjaan sebagai petani dan pedagang dengan suka cita. Kesuksesan dan kebahagiaan mereka raih bersama. Tatang akhirnya tidak hanya menjadi petani sukses, tetapi menjadi pengelola pertanian. Adang mengembangkan usahanya dalam bidang argobisnis bekerjasama dengan Tatang. Tatang menghasilkan produk pertanian dan Adang menjual/mendistribusikan produk pertanian untuk dapat dinikmati masyarakat luas.

Penulis: Ridho Hutomo

No comments:

Post a Comment